"Mungkin pemerintah nggak mau pajak turun, tapi royaltinya mau naik."
KAMIS, 28 JUNI 2012, 06:06 WIB
Arinto Tri Wibowo, Iwan Kurniawan
Freeport siap memperbaiki kontrak karya pertambangan. (VIVAnews/Ikhwan Yanuar)
VIVAnews - PT Freeport Indonesia bersedia untuk menaikkan royalti terkait renegosiasi kontrak karya pertambangan. Saat ini, Freeport tengah menunggu panggilan pemerintah untuk menemukanwin-win solution.
Presiden Direktur Freeport Indonesia, Rozik B Soetjipto, mengatakan, manajemen telah memberitahukan kepada pemerintah bahwa perusahaan siap untuk memperbaiki kontrak karya yang diteken pada 1991.
"Dalam kontrak karya itu ada klausul yang memungkinkan untuk di-review, baik itu dari sisi pemerintah maupun investor," kata Rozik dalam kunjungannya ke redaksiVIVAnews, awal pekan ini.
Rozik mengatakan, royalti emas dalam kontrak karya terdahulu masih kecil, karena saat kontrak karya tersebut ditandatangani, emas merupakan produk ikutan yang telah ditentukan sebesar 1 persen. Mineral utama yang terkena royalti dalam kontrak karya kedua Freeport Indonesia adalah tembaga.
Ia menjelaskan, pada awalnya Freeport Indonesia merasa kesulitan untuk melaporkan kepada pemegang saham mayoritas, yaitu Freeport-McMoRan Cooper & Gold (FCX) terkait renegosiasi yang mulai gencar dilakukan pemerintah sejak awal tahun ini.
"Pemahaman mengenai kontrak karya, dulu kami selalu katakan lex specialis. Seperti kewajiban keuangan, wilayah, jangka waktu bersifat tetap atau nail downpada saat kontrak ditandatangani, kecuali tenaga kerja dan lingkungan mengikuti perubahan," katanya.
Namun, Rozik berhasil meyakinkan pihak prinsipal agar mau merenegosiasi. "Tugas kami menjelaskan kepada prinsipal bahwa suasana telah berubah dan kami harus mengikuti keinginan pemerintah. Kalau kami mau terus report hingga 2041, ya, harus mau bernegosiasi," kata Menteri Pekerjaan Umum di era Presiden Abdurrahman Wahid ini.
Rozik mengatakan, terkait renegosiasi itu, saat ini tinggal menunggu panggilan, karena Freeport telah mengetahui apa yang diperlukan pemerintah. Meski demikian, Rozik enggan membuka hal-hal apa saja yang telah disiapkan, karena belum secara resmi bertemu pemerintah.
"Saya beri indikasi, royalti salah satu yang tidak dipersoalkan. Namun, kami belum sampaikan, karena pemerintah sendiri belum memanggil," katanya.
Ia menjelaskan, saat ini, perusahaan masih menunggu posisi pemerintah apakah bersedia menerapkan seluruh kebijakan baru dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan untuk kontrak baru Freeport. Saat ini, Freeport menyetor royalti emas sebesar 1 persen dan tembaga antara 1,5-3,5 persen.
Namun, ia mengingatkan, jika pemerintah tetap menggunakan besaran royalti dalam UU tersebut, seperti emas 3 persen dan tembaga sebesar 3,75 persen, maka setoran Freeport untuk negara dapat turun. Karena, besaran pajak dalam aturan tersebut hanya 25 persen, atau 10 persen lebih rendah dari setoran pajak Freeport 2011 yang mencapai 35 persen.
"Dari sisi pajak, sebesar 35 persen pajak korporasi. Sekarang pajaknya hanya 25 persen. Kalau sekarang kami ikuti semua kebijakan baru dalam UU Nomor 4 Tahun 2009, apa yang dibayar Freeport lebih sedikit," katanya.
Freeport, dia melanjutkan, akan menunggu jawaban dari pemerintah terkait royalti dan pajak tersebut. "Kami mengatakan siap untuk menaikkan royalti. Tapi, pemerintah tolong lihat juga dari sisi pajaknya," tuturnya.
"Mungkin pemerintah nggak mau pajaknya turun, tapi royaltinya mau naik. Ini kami belum tahu, tapi itu bagian dari pembicaraan," katanya.
vivanews.com