Keadaan Eropa yang tak stabil dan proses boikot dari Amerika mengurangi kapasitas ekspor.
Antique, Alfin Tofler
Presiden SBY Buka Jalan Ekspor CPO ke Amerika Latin (VIVAnews/Fernando Randy)
VIVAnews - Kementerian Perdagangan mengakui, ekonomi dunia yang saat ini tidak stabil memaksa para konsumen kelapa sawit dalam negeri, khususnya pasar Eropa dan Amerika Serikat terus mengurangi volume pembelian minyak sawit mentah (CPO) Indonesia.
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdaganan, Syahrul R. Sempurnajaya menuturkan, hal itu memaksa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencari cara lain agar penyerapan kelapa sawit Indonesia tetap maksimal.
Salah satu upaya yang dilakukan Presiden adalah datang ke negara-negara Amerika Latin untuk mulai membuka akses pasar di sana.
"Salah satu agenda Pak SBY ke Meksiko, Rio de Janiero ya membuka akses pasar kelapa sawit itu," kata Syahrul dalam acara peluncuran Kontak Mata Uang Asing di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) di Capitol Building, Jakarta, Rabu 20 Juni 2012.
Syahrul menambahkan, pencarian konsumen baru itu dilakukan karena sulitnya CPO Indonesia masuk ke pasar Eropa ataupun Amerika, baik itu karena boikot atau keadaan ekonomi di negara tujuan yang sedang buruk. "Untuk ekspor kan memang banyaknya itu tergantung keadaan ekonomi negara yang dituju," ungkapnya.
Seberapa besar pasar sawit yang nantinya akan menjadi target ekspor Indonesia di Amerika Latin? Syahrul ternyata, masih belum bisa memastikannya. "Paling tidak, pasar yang akan dibuka di Amerika Latin nantinya cukup untuk menutupi ekspor yang sulit ke wilayah Eropa dan AS," ujarnya.
Sementara itu, untuk komoditas lainnya, ia mengatakan bahwa secara umum komoditas pertanian Indonesia akan menurun karena permasalahan ekonomi global yang tidak menentu.
Misalnya komoditi karet, kata Syahrul, pada September mendatang Indonesia bersama dengan dua negara lain yaitu Malaysia dan Thailand akan melakukan pertemuan untuk mengevalulasi untuk suplai dan permintaan serta penetapan harga karet.
"Nanti, pertemuannya akan diadakan di Jepang. Pertemuan itu sendiri atas inisiatif World Bank dan Islamic Development Bank," tuturnya.
Pertemuan itu, menurut Syahrul, diadakan karena permintaan dunia akan karet yang semakin menurun. Nantinya, akan dibahas apakah Indonesia akan menyalurkan di luar negara-negara yang biasanya menjadi tujuan ekspor atau mungkin mengurangi produksi. "Untuk karet, kita belum mempunyai keputusan sampai saat ini," ungkapnya. (adi)